PENDAHULUAN
Demak adalah kesultanan atau kerajaan islam pertama
di pulau jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah (1478-1518) pada tahun
1478, Raden patah adalah bangsawan kerajaan Majapahit yang menjabat sebagai
adipati kadipaten Bintara, Demak. Pamor kesultanan ini didapatkan dari
Walisanga, yang terdiri atas sembila orang ulama besar, pendakwah islam paling
awal di pulau jawa.
Hal itu didasarkan pada saat jatuhnya Majapahit yang
diperintah oleh Prabu Kertabumi. Para wali kemudian sepakat untuk menobatkan
Raden Fatah menjadi Sultan Demak Bintoro yang pertama.
Atas bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dahulu
menganut islam seperti Jepara, Tuban dan Gresik, Raden patah sebagai adipati
Islam di Demak memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu, Majapahit memang
tengah berada dalam kondisi yang sangat lemah. Dengan proklamasi itu, Radeh
Patah menyatakan kemandirian Demak dan mengambil gelar Sultan Syah Alam Akbar.
Letak kerjaan Demak berada di tepi pantai utara Pulau Jawa. Kerajaan ini sering
dikunjungi pedagang-pedagang Islam dan pedagang asing untuk membeli
beras, madu,lilin dan lain-lain. Sampai abad ke 15, Demak di bawah kekuasaan
Majapahit. Akan tetapi setelah Majapahit mundur, Demak berkembang pesat sebagai
tempat penyebaran agama Islam dan tempat perdagangan yang ramai. Sebagai
penguasa pertama adalah Raden Fatah. Selain menjadi penguasa (bupati), Raden
Fatah juga sebagai penyiar agama Islam. Raden Fatah memisahkan diri dari
Majapahit sekitar tahun 1500. Dengan bantuan para wali, Raden Fatah mendirikan
kerajaan Islam yang pertama di Pulau Jawa yaitu kerajaan Demak.
Kerajaan Demak menjalankan sistem pemerintahan teokrasi, yaitu pemerintahan
yang berdasarkan pada agama Islam. Kerajaan Demak memperluas kekuasaannya
dengan menaklukan kerajaan-kerajaan pesisir Pulau Jawa, seperti Lasem, Tuban,
Sedayu, Gresik, cirebon dan Banten.
Cepatnya kota demak berkembang
menjadi pusat perniagaan dan lalu lintas serta pusat kegiatan pengislaman tidak
lepas dari andil masjid Agung Demak. Dari sinilah para wali dan raja dari
Kesultanan Demak mengadakan perluasan kekuasaan yang dibarengi oleh kegiatan
dakwah islam ke seluruh Jawa.
Masjid agung Demak sebagai lambang kekuasaan bercorak Islam
adalah sisi tak terpisahkan dari kesultanan Demak Bintara. Kegiatan walisanga
yang berpusat di Masjid itu. Di sanalah tempat kesembilan wali bertukar pikiran
tentang soal-soal keagamaan.
PEMBAHASAN
KERAJAAN DEMAK
A. Awal Kerajaan Demak
Kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah Demak, dan
berdiri pada tahun 1478 M. Hal ini didasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit
yang diberi tanda Candra Sengkala: Sirna hilang Kertaning Bumi, yang berarti
tahun saka 1400 atau 1478 M.
Kerajaan Demak itu didirikan oleh Raden Fatah. Beliau selalu
memajukan agama islam di bantu oleh para wali dan saudagar Islam.
Raden Fatah nama kecilnya adalah Pangeran Jimbun. Menurut
sejarah, dia adalah putera raja Majapahit yang terakhir dari garwa Ampean, dan
Raden Fatah dilahirkan di Palembang. Karena Arya Damar sudah masuk Islam maka
Raden Fatah dididik secara Islam, sehingga jadi pemuda yang taat beragama
Islam.
Setelah usia 20 tahun Raden Fatah dikirim ke Jawa untuk
memperdalam ilmu agama di bawa asuhan Raden Rahmat dan akhirnya kawin dengan
cucu beliau. Dan akhirnya Raden Fatah menetap di Demak (Bintoro).
Pada kira-kira tahun 1475 M, Raden Fatah mulai
melaksanakan perintah gurunya dengan jalan membuka madrasah atau pondok
pesantren di daerah tersebut. Rupanya tugas yang diberikan kepada Raden Fatah
dijalankan dengan sebaik-baiknya. Lama kelamaan Desa Glagahwangi ramai
dikunjungi orang-orang. Tidak hanya menjadi pusat ilmu pengetahuan dan
agama, tetapi kemudian menjadi pusat peradagangan bahkan akhirnya menjadi pusat
kerajaan Islam pertama di Jawa.
Desa Glagahwangi, dalam perkemabangannya kemudian karena
ramainya akhirnya menjadi ibukota negara dengan nama Bintoro Demak.
B. Letak Kerajaan Demak
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa
Tengah, tetapi pada awal kemunculannya kerajaan Demak mendapat bantuan dari
para Bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama
Islam.
Pada sebelumnya, daerah Demak bernama Bintoro yang merupakan
daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan pemerintahannya
diberikan kepada Raden Fatah (dari kerajaan Majapahit) yang ibunya menganut
agama Islam dan berasal dari Jeumpa (Daerah Pasai).
Letak Demak sangat menguntungkan, baik untuk perdagangan
maupun pertanian. Pada zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di
antara Pegunungan Muria dan Jawa. Sebelumnya selat itu rupanya agak lebar dan
dapat dilayari dengan baik sehingga kapal dagang dari Semarang dapat mengambil
jalan pintas untuyk berlayar ke Rembang. Tetapi sudah sejak abad XVII jalan
pintas itu tidak dapat dilayari setiap saat.
Pada abad XVI agaknya Deamak telah menjadi gudang padi dari
daerah pertanian di tepian selat tersebut. Konon, kota Juwana merupakan pusat
seperti itu bagi daerah tersebut pada sekitar 1500. Tetapi pada sekitar 1513
Juwana dihancurkan dan dikosongkan oleh Gusti Patih, panglima besar kerajaan
Majapahit yang bukan Islam. Ini kiranya merupakan peralawanan terakhir kerajaan
yang sudah tua itu. Setelah jatuhnya Juwana, Demak menjadi penguasa tunggal di
sebelah selatan Pegunungan Muria.
Yang menjadi penghubung antara Demak dan Daerah pedalaman di
Jawa Tengah ialah Sungai Serang (dikenal juga dengan nama-nama lain), yang
sekarang bermuara di Laut Jawa antara Demak dan Jepara.
Hasil panen sawah di daerah Demak rupanya pada zaman dahulu
pun sudah baik. Kesempatan untuk menyelenggarakan pengaliran cukup. Lagi pula,
persediaan padi untuk kebutuhan sendiri dan untuk pergadangan masih dapat
ditambah oleh para penguasa di Demak tanpa banyak susah, apabila mereka
menguasai jalan penghubung di pedalaman Pegging dan Pajang.
C. Kehidupan Politik
Ketika kerajaan Majapahit mulai mundur, banyak bupati yang
ada di daerah pantai utara Pulau Jawa melepaskan diri. Bupati-bupati itu
membentuk suatu persekutuan di bawah pimpinan Demak. Setelah kerajaan
Majapahit runtuh, berdirilah kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama
dipulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak adalah sebagai
berikut :
1. Raden Fatah
Pada awal abad ke 14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming di
China mengirimkan seorang putri kepada raja Brawijaya V di Majapahit, sebagai
tanda persahabatan kedua negara. Putri yang cantik jelita dan pintar ini segera
mendapat tempat istimewa di hati raja. Raja brawijaya sangat tunduk kepada
semua kemauan sang putri jelita, hingga membawa banyak pertentangan dalam
istana majapahit. Pasalnya sang putri telah berakidah tauhid. Saat itu, Brawijaya
sudah memiliki permaisuri yang berasal dari Champa (sekarang bernama kamboja),
masih kerabat Raja Champa.
Sang permaisuri memiliki ketidak cocokan dengan putri
pemberian Kaisar yan Lu. Akhirnya dengan berat hati raja menyingkirkan putri
cantik ini dari istana. Dalam keadaan mengandung, sang putri dihibahkan kepada
adipati Pelembang, Arya Damar. Nah di sanalah Raden Patah dilahirkan dari rahim
sang putri cina.
Nama kecil raden patah adalah pangeran Jimbun. Pada masa
mudanya raden patah memperoleh pendidikan yang berlatar belakang kebangsawanan
dan politik. 20 tahun lamanya ia hidup di istana Adipati Palembang. Sesudah
dewasa ia kembali ke majapahit.
Raden Patah memiliki adik laki-laki seibu, tapi beda ayah.
Saat memasuki usia belasan tahun, raden patah bersama adiknya berlayar ke Jawa
untuk belajar di Ampel Denta. Mereka mendarat di pelabuhan Tuban pada tahun
1419 M.
Patah sempat tinggal beberapa lama di ampel Denta, bersama
para saudagar muslim ketika itu. Di sana pula ia mendapat dukungan dari utusan
Kaisar Cina, yaitu laksamana Cheng Ho yang juga dikenal sebagai Dampo Awang
atau Sam Poo Tai-jin, seorang panglima muslim.
Raden patah mendalami agama islam bersama pemuda-pemuda
lainnya, seperti raden Paku (Sunan Giri), Makhdum ibrahim (Sunan Bonang), dan
Raden Kosim (Sunan Drajat). Setelah dianggap lulus, raden patah dipercaya
menjadi ulama dan membuat permukiman di Bintara. Ia diiringi oleh Sultan
Palembang, Arya Dilah 200 tentaranya. Raden patah memusatkan kegiatannya di
Bintara, karena daerah tersebut direncanakan oleh Walisanga sebagai pusat
kerajaan Islam di Jawa.
Menurut cerita rakyat Jawa Timur, Raden Fatah termasuk
keturunan raja terakhir dari kerajaan Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V.
Setelah dewasa, Raden Fatah diangkat menjadi bupati di Bintaro (Demak) dengan
Gelas Sultan Alam Akbar al-Fatah.
Raden Fatah memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di
bawah pemerintahannya, kerajaan Demak berkembang dengan pesat, karena memiliki
daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras.
Oleh karena itu, kerajaan Demak menjadi kerajaan agraris-maritim. Barang
dagangan yang diekspor kerajaan Demak antara lain beras, lilin dan madu.
Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudera Pasai.
Pada masa pemerintahan Raden Fatah, wilayah kekuasaan
kerajaan Demak meliputi daerah Jepara,Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan
beberapa daerah di kalimantan. Disampin itu, kerajaan Demak juga memiliki
pelabuhan –pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik
yang berkemabng menjadi pelabuhan transito (penghubung).
Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan
pusat penyebaran agama islam. Jasa para Wali dalam penyebaran agama islam
sangatlah besar, baik di pulau Jawa maupun di daerah-daerah di luar pulau Jawa,
seperti di daerah Maluku yang dilakukan oleh Sunan Giri, di daerah Kalimantan
Timur yang dilakukan oleh seorang penghulu dari Demak yang bernama Tunggang
Parangan.
Pada masa pemerintahan Raden Fatah, dibangun masjid Demak
yang proses pembangunan masjid itu di bantu oleh para wali atau sunan.
Raden Fatah tampil sebagai raja pertama Kerajaan Demak.
Ia menaklukan kerajaan Majapahit dan memindahkan seluruh benda upacara
dan pusaka kerajaan Majapahit ke Demak. Tujuannya, agara lambang kerajaan
Majapahit tercermin dalam kerajaan Demak.
Ketika kerajaan Malaka jatuh ketangan Portugis tahun 1511 M,
hubungan Demak dan Malaka terputus. Kerajaan Demak merasa dirugikan oleh
Portugis dalam aktivitas perdagangan. Oleh karena itu, tahun 1513 M Raden Fatah
memerintahkan Adipati Unu memimpin pasukan Demak untuk menyerang Portugis di
Malaka. Serangan itu belum berhasil, karena pasukan Portugis jauh lebih kuat
dan persenjataannya lengkap. Atas usahnya itu Adipati Unus mendapat julukan Pangeran
Sabrang Lor.
2. Adipati Unus
Setelah Raden Fatah wafat, tahta kerajaan Demak dipegang
oleh Adipati Unus. Ia memerintah Demak dari tahun 1518-1521 M. Masa
pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama, karena ia meninggal dalam usia
yang masih muda dan tidak meninggalkan seorang putera mahkota. Walaupun usia
pemerintahannya tidak begitu pasukan Demak menyerang Portugis di Malaka.
Setelah Adipati Unus meninggal, tahta kerajaan Demak dipegang oleh saudaranya
yang bergelar Sultan Trenggana.
Sejak tahun 1509 Adipati Unus anak dari Raden Patah, telah
bersiap untuk menyerang Malaka. Namun pada tahun 1511 telah didahului Portugis.
Tapi adipati unus tidak mengurungkan niatnya, pada tahun 1512 Demak mengirimkan
armada perangnya menuju Malaka. Namun setalah armada sampai dipantai Malaka,
armada pangeran sabrang lor dihujani meriam oleh pasukan portugis yang dibantu
oleh menantu sultan Mahmud, yaitu sultan Abdullah raja dari Kampar. Serangan
kedua dilakukan pada tahun 1521 oleh pangeran sabrang lor atau Adipati Unus.
Tetapi kembali gagal, padahal kapal telah direnofasi dan menyesuaikan medan.
Selain itu, dia berhasil mengadakan perluasan wilayah
kerajaan. Dia menghilangkan kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, yang pada
saat itu sebagian wilayahnya menjalin kerja sama dengan orang-orang Portugis.
Adipati Unus (Patih Yunus) wafat pada tahun 938 H/1521 M.
3.
Sultan Trenggana
Sulltan Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M.
Dibawah pemerintahannya, kerajaan Demak mencapai masa kejayaan. Sultan
Trenggana berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat.
Pada tahun 1522 M kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di bawah
pimpinan Fatahillah. Daerah-daerah yang berhasil di kuasainya antara lain
Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan
untuk menggagalkan hubungan antara Portugis dan kerajaan Padjajaran. Armada Portugis
dapat dihancurkan oleh armada Demak pimpinan Fatahillah. Dengan kemenangan itu,
fathillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti
kemenangan penuh). Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 juni 1527 M itu
kemudian di peringati sebagai hari jadi kota Jakarta.
Dalam usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan
Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil
di kuasai, seperti Maduin, Gresik, Tuban dan Malang. Akan tetapi ketika
menyerang Pasuruan 953 H/1546 M Sultan Trenggana gugur. Usahanya untuk
memasukan kota pelabuhan yang kafir itu ke wilayahnya dengan kekerasan ternyata
gagal. Dengan demikian, maka Sultan Trenggana berkuasa selama 42 tahun.
Di masa jayanya, Sultan Trenggana berkunjung kepada Sunan
Gunung Jati. Dari Sunan gunung jati, Trenggana memperoleh gelar Sultan Ahmad
Abdul Arifin. Gelar Islam seperti itu sebelumnya telah diberikan kepada raden
patah, yaitu setelah ia berhasil mengalahkan Majapahit.
D.
PERANG SAUDARA DI DEMAK
Perang saudara ini berawal dari meninggalnya anak sulung
Raden Patah yaitu Adipati Unus yang manjadi putra mahkota. Akhirnya terjadi
perebutan kekuasaan antara anak-anak dari Raden Patah. Persaingan ketat anatara
Sultan Trenggana dan Pangeran Seda Lepen (Kikin). Akhirnya kerajaan Demak mampu
dipimpin oleh Trenggana dengan menyuruh anaknya yaitu Prawoto untuk membunuh
pangeran Seda Lepen. Dan akhirnya sultan Trenggana manjadi sultan kedua
di Demak. Pada masa kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak
mencapai puncak keemasan dengan luasnya daerah kekuasaan dari Jawa Barat sampai
Jawa timur. Hasil dari pemerintahannya adalah Demak memiliki
benteng bawahan di barat yaitu di Cirebon. Tapi kesultanan Cirebon akhirnya
tidak tunduk setelah Demak berubah menjadi kesultanan pajang.
Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat
putri. Anak pertama perempuan dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak kedua
laki-laki, yaitu sunan prawoto, anak yang ketiga perempuan, menikah dengan
pangeran kalinyamat, anak yang keempat perempuan, menikah dengan pangeran dari
Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir, dan anak yang
terakhir adalah Pangeran Timur. Arya Penangsang Jipang telah dihasut oleh Sunan
Kudus untuk membalas kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sedo
Lepen pada saat perebutan kekuasaan. Dengan membunuh Sunan Prawoto, Arya
Penangsang bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang berdaulat
penuh. Pada tahun 1546 setelah wafatnya Sultan Trenggana secara mendadak,
anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-3 di Demak.
Mendengar hal tersebut Arya Penangsang langsung menggerakan pasukannya untuk
menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak sedang kosong armada.
Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya
Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah masjid
Demak dan Klenteng. Dalam pertempuran ini tentara Demak terdesak
dan mengungsi ke Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan prawoto gugur dalam
pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan masalah
keluarga ini. Masih ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak pindah ke
Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir adalah anak dari Ki Ageng Pengging bupati di
wilayah Majapahit di daerah Surakarta.
Dalam babad tanah jawi, Arya Penangsang berhasil membunuh
Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat, sehingga tersisa Jaka Tingkir. Dengan
kematian kalinyamat, maka janda dari pangeran kalinyamat membuat saembara.
Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang, maka dia akan mendapatkan aku
dan harta bendaku. Begitulah sekiranya tutur kata dari Nyi Ratu Kalinyamat.
Mendengar hal tersebut Jaka Tingkir menyanggupinya, karena beliau juga adik
ipar dari Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto. Jaka Tingkir dibantu oleh Ki
Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan. Akhirnya Arya Panangsang dapat
ditumbangkan dan sebagai hadiahnya Ki Ageng Panjawi mendapatkan hadiah tanah
pati, dan Ki Ageng Pamanahan mendapat tanah mataram.
E.
Peradaban kerajaan Islam Demak pada abad XVI
Kerajaan Islam Demak merupakan lanjutan kerajaan Majapahit.
Sebelum raja Demak merasa sebagai raja Islam merdeka dan memberontak pada
kekafiran (Majapahit). Tidak diragukan lagi bahwa sudah sejak abad XIV orang
Islam tidak asing lagi di kota kerajaan Majapahit dan di bandar bubat.
Cerita-cerita jawa yang memberitakan adanya “kunjungan menghadap raja” ke
Keraton Majapahit sebagai kewajiban tiap tahun, juga bagi para vasal yang
beragama Islam, mengandung kebenaran juga. Dengan melakukan “kunjungan
menghadap raja” secara teratur itulah vasal menyatakan kesetiaannya sekaligus
dengan jalan demikian ia tetap menjalin hubungan dengan para pejabat keraton
Majapahit, terutama dengan patih. Waktu raja Demak menjadi raja Islam merdeka
dan menjadi sultan, tidak ada jalan lain baginya.
Bahwa banyak bagian dari peradaban lama, sebelum zaman
Islam telah diambil alih oleh Keraton-keraton Jawa Islam di Jawa Tengah,
terbukti jelas sekali dari kesusastraan Jawa pada zaman itu.
Bertambahnya bangunan militer di Demak dan Ibukota lainnya
di Jawa pada abad XVI, selain karena keperluan yang sangat mendesak, disebabkan
juga oleh pengaruh tradisi kepahlawanan Islam dan contoh ynag dilihat di
kota-kota Islam di luar negeri.
Peranan penting masjid Demak sebagai pusat peribadatan
kerajaan Islam pertama di Jawa dan kedudukannya di hati orang beriman pada abad
XVI dan sesudahnya. Terdapatnya jemaah yang sangat berpengaruh dan dapat
berhubungan dengan pusat Islam Internasional di luar negeri.
Bagian-bagian penting peradaban jawa Islam yang sekarang, seperti
wayang orang, wayang topeng, gamelan, tembang macapat dan pembuatan keris,
kelihatannya sejak abad XVII oleh hikayat Jawa dipandang sebagai hasil penemuan
para wali yang hidup sezaman dengan kesultanan Demak.
Kesenian tersebut telah mendapat kedudukan penting dalam
peradaban Jawa sebelum Islam, kemungkinan berhubungan dengan ibadat. Pada waktu
abad XV dan XVI di kebanyakan daerah jawa tata cara kafir harus diganti dengan
upacara keagamaan Islam, seni seperti wayang dan gamelan itu telah kehilangan sifat
sakralnya. Sifatnya lalu menjadi “sekuler”.
Perekembangan sastra Jawa yang pada waktu itu dikatakan
“modern” juga mendapat pengaruh dari proses sekularisasi karya-karya sastra
yang dahulu keramat dan sejarah suci dari zaman kuno. Peradaban “pesisir” yang
berpusat di bandar-bandar pantai utara dan pantai timur Jawa, mungkin pada
mulanya pada abad XV tidak semata-mata bersifat Islam. Tetapi kejayaannya pada
abad XVI dan XVII dengan jelas menunjukkan hubungan dengan meluasnya agama
Islam.
F. Keruntuhan Kerajaan Demak
Setelah wafatnya Sultan Trenggana menimbulkan kekacauan
politik yang hebat di keraton Demak. Negeri-negeri bagian (kadipaten) berusaha
melepaskan diri dan tidak mengakui lagi kekuasaan Demak. Di Demak sendiri
timbul pertentangan di antara para waris yang saling berebut tahta. Orang yang
seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trengggono adalah pengeran Sekar Seda
Ing Lepen. Namun, ia dibunuh oleh Sunan Prawoto yang berharap dapat mewarisi
tahta kerajaan. Adipati Jipang yang beranama Arya Penangsang, anak laki-laki
Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, tidak tinggal diam karena ia merasa lebih berhak
mewarisi tahta Demak. Sunan Prawoto dengan beberapa pendukungnya berhasil
dibunuh dan Arya Penangsang berhasil naik tahta. Akan tetapi, Arya Penangsang
tidak berkuasa lama karena ia kemudian di kalahkan oleh Jaka Tingkir yang di
bantu oleh Kiyai Gede Pamanahan dan putranya Sutawijaya, serta KI Penjawi. Jaka
tingkir naik tahta dan penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi
raja, ia bergelar Sultan Handiwijaya serta memindahkan pusat pemerintahannya
dari Demak ke Pajang pada tahun 1568.
Sultan Handiwijaya sangat menghormati orang-orang yang telah
berjasa. Terutama kepada orang-orang yang dahulu membantu pertempuran melawan
Arya Penangsang. Kyai Ageng Pemanahan mendapatkan tanah Mataram dan Kyai
Panjawi diberi tanah di Pati. Keduanya diangkat menjadibupati di daerah-daerah
tersebut.
Sutawijaya, putra Kyai Ageng Pemanahan diangkat menjadi
putra angkat karena jasanya dalam menaklukan Arya Penangsang. Ia pandai dalam
bidang keprajuritan. Setelah Kyai Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575,
Sutawijaya diangkat menjadi penggatinya.
Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya wafat. Putranya yang
bernama Pangeran Benawa diangkat menjadi penggantinya. Timbul pemberontakan
yang dilakukan oleh Arya Panggiri, putra Sunan Prawoto, ia merasa mempunyai hak
atasa tahta Pajang. Pemberontakan itu dapat digagalkan oleh Pangeran Benawan
dengan bantuan Sutawijaya.
Pengeran Benawan menyadari bahwa dirinya lemah, tidak mamapu
mengendalikan pemerintahan, apalagi menghadapi musuh-musuh dan bupati-bupati
yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Pajang kepada saudara angkatnya,
Sutawijaya pada tahun 1586. Pada waktu itu Sutawijaya telah menjabat bupati
Mataram, sehingga pusat kerajaan Pajang dipindahkan ke Mataram.
G. Demak di Bawah Kekuasaan Raja-Raja
Mataram
Setelah sekitar 1588 Panembahan Senapati berkuasa di Jawa
Tengah sebelah selatan, raja-raja Pati, Demak, dan Grobongan dianggapnya
sebagai sampun kareh (sudah dikuasai). Sekitar 1589 mereka diperintah
ikut dia bersama prajurit Mataram ke Jawa Timur, manaklukan raja-raja Jawa
Timur. Maksud raja Mataram ini gagal, tampaknya terutama karena campur tangan
Sunan Giri. Panembahan Senapati terpaksa kembali ke Mataram dengan tangan
hampa.
Mungkin sekali penguasa Demak, Pati dan Grobongan yang pada
1589 telah bersikap sebagai taklukan yang patuh itu, sama dengan mereka yang
telah mengakui Sultan Pajang, yang sudah tua dan meninggal pada 1587, sebagai
penguasa tertinggi. Jadi, agaknya Pangeran Kediri di Demak, setelah mengalami
penghinaan di Pajang sebelumnya ternyata masih berhasil memerintah tanah
asalnya beberapa waktu.
Pada 1595 orang Demak memihak raja-raja Jawa Timur, yang
mulai melancarkan serangan terhadap kerajaan Mataram yang belum sempat
berkonsolidasi. Serangan tersebut dapat dipatahkan, tetapi panglima perang
Mataram, Senapati Kediri yang sudah membelot ke Mataram gugur dalam pertempuran
dekat Uter. Sehabis perang, Panembahan mengangkat Ki Mas Sari sebagai adipati
di Demak. Rupanya karena pemimpin pemerintahan yang sebelumnya tidak memuaskan
atau ternyata tidak dapat dipercaya.
Tumenggung Endranata I di Demak ini pada tahun-tahun
kemudian agaknya juga tidak bebas dari pengaruh plitik pesisir yang berlawanan
dengan kepantingan Mataram di Pedalaman. Pada tahun 1627 ia terlibat dalam
pertempuran antara penguasa di Pati, Pragola II dan Sultan Agung. Ia di bunuh
dengan keris sebagai pengkhianat atas perintah Sultan Agung.
Sesudah dia masih ada lagi seorang tumenggung Endranata II
yang menjadi bupati di Demak. Tumenggung ini seorang pengikut setia Susuhunan
Mangkurat II di Kartasura yang memerintah Jawa Tengah pada perempat terakhir
abad XVII. Pada tahun 1678 disebutkan adanya Tumenggung Suranata di Demak.
Sebagai pelabuhan laut agaknya kota Demak sudah tidak
berarti pada akhir abad XVI. Sebagai produsen beras dan hasil pertanian lain,
daerah Demak masih lama mempunyai kedudukan penting dalam ekonomi kerajaan
raja-raja Mataram. Sampai abad XIX di banyak daerah tanah Jawa rasa hormat
pada masjid Demak dan makam-makam Kadilangu masih bertahan di antara kaum
beriman, kota Demak dipandang sebagai tanah suci. Hal itulah yang terutama
menyebabkan nama Demak dalam sejarah Jawa tetap tidak terlupakan di samping
nama Majapahit.
KESIMPULAN
Kerajaan ini hanya berumur pendek. Namun, para rajanya merupakan
pahlawan-pahlawan mujahid terbaik. Raja pertama mereka adalah Raden Fatah, yang
berhasil menjadikan negerinya sebagai sebuah negara independen pada masanya.
Setelah itu anaknya, Patih Yunus (Adipati Unus) berkuasa. Dia berhasil
mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Dia menghilangkan kerajaan Majapahit
yang beragama Hindhu, yang pada saat itu sebagian wilayahnya menjalin kerja
sama dengan orang-orang Portugis.
Setelah wafatnya Patih Yunus pada tahun 938 H/1531 M,
memerintahlah raja paling terkenal dari kerajaan ini yaitu Raden Trenggono
(Sultan Trenggana). Dia adalah seorang mujahid besar yang di antara hasil
usahanya yang terkenal adalah masuknya Islam ke daerah Jawa Barat. Dia wafat
pada tahun 953 H/1546 M.
Kebudayaan yang berkembang di kerajaan Demak bercorak Islam.
Hal tersebut tampak dari peninggalan-peninggalan sejarahnya berupa masjid,
makam, batu nisan, kitab suci Al-Quran, kaligrafi dan karya sastra. Sampai
sekarang pun Demak di kenal sebagai pusat pendidikan agama I
DAFTAR PUSTAKA
Adnan
Sekecake, Peta dan Kerajaan Demak, http://
warungbaca9.blogspot.com, Senin 09 January 2012, Jam 20:00
Ahmad al-Usairy, 2003, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi
Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana
Habib
Mustopo dkk, 2007, Sejarah SMA Kelas XI, Jakarta :
Yudhistira
H.J. De Graaf dan TH. Pigeaud, 2003, Kerajaan Islam
Pertama di Jawa, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti
Ignaz Kingkin Teja Angkasa dkk, 2007, Sejarah untuk
SMA/SMA kelas XI IPS, Jakarta: Grasindo
I
Wayan Badrika, 2006, Sejarah untuk SMA kelas XI, Jakarta:Erlangga
Nana Supriatna, 2007, Sejarah untuk kelas XI SMA,
Bandung : Grafindo Media Pratama
Ridwanaz, Sejarah Agama Islam Di Indonesia (Kerajaan
Demak), http//ridwanaz.com, Minggu 08 January 2012, jam 14:00
Syafi’i dan Sabil Huda, 1987, Sejarah dan Kebudayaan
Islam untuk MTs kelas 3, Bandung: CV. ARMICO
[1] Syafi’i
dan Sabil Huda, Sejarah dan Kebudayaan Islam untuk MTs kelas 3,
(Bandung: CV. ARMICO, 1987), hal 39-40
[3]
H.J. De Graaf dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, (Jakarta:
PT. Pustaka Utama Grafiti, 2003), hal38-39
[4] Adnan
Sekecake, Peta Kerajaan Demak,http:// warungbaca9.blogspot.com,
Senin 09 January 2012, Jam 20:00
[5] Ridwanaz,
Sejarah Agama Islam Di Indonesia (Kerajaan Demak), http://ridwanaz.com,
Minggu, tanggal 08 January 2012, jam 14:00
[7] Ahmad
al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta:
Akbar Media Eka Sarana, 2003), hal450
[9] H.J. De
Graaf dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, (Jakarta:
PT. Pustaka Utama Grafiti, 2003), hal 47
[10]
Adnan Sekecake, Kerajaan Demak,http:// warungbaca9.blogspot.com,
Senin 09 January 2012, Jam 20:00
[13] Ignaz
Kingkin Teja Angkasa dkk, Sejarah untuk SMA/SMA kelas XI IPS, (Jakarta:
Grasindo, 2007), hal 35-36
[14] H.J. De
Graaf dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, (Jakarta:
PT. Pustaka Utama Grafiti, 2003), hal 95-98